Music NFT membuka peluang royalti otomatis, kepemilikan digital, dan transparansi hak cipta. Pelajari cara kerjanya, manfaat, risiko, dan masa depannya.
Music NFT (Non-Fungible Token) sering disebut sebagai “jalan baru” bagi musisi untuk menjual karya, membangun komunitas fans, dan bahkan merancang skema pembagian royalti yang lebih transparan. Di ekosistem Web3, musik bisa “dicetak” (mint) sebagai aset digital unik di blockchain, lalu diperjualbelikan seperti koleksi—mirip piringan hitam langka, tapi versi digital. DappRadar+1
Tapi penting dipahami: NFT bukan sihir yang otomatis menyelesaikan masalah royalti dan hak cipta. Ada peluang besar, namun juga ada area abu-abu dan risiko—terutama soal hak apa yang sebenarnya dibeli saat seseorang membeli NFT musik. WIPO
1. Apa Itu Music NFT?
Music NFT adalah representasi berbasis blockchain dari aset musik, yang bisa berupa:
- lagu/album (sebagai koleksi digital)
- artwork, stem, atau versi eksklusif
- akses/benefit (VIP, tiket, meet & greet, komunitas)
- lisensi tertentu (kalau memang diberikan secara jelas)
Yang membuatnya berbeda adalah: kepemilikan tokennya bisa dilacak, langka (limited), dan bisa dijual kembali di marketplace. DappRadar+1
2. Cara Kerja Royalti di Music NFT (Gambaran Sederhana)
Salah satu daya tarik terbesar Music NFT adalah potensi royalti otomatis lewat smart contract. Secara umum, model pendapatan yang sering dibahas meliputi:
- Primary sale: musisi menjual NFT pertama kali (langsung ke fans)
- Resale royalty: musisi mendapat persentase saat NFT dijual kembali (jika marketplace & kontraknya mendukung)
- Royalty split: pembagian pendapatan ke pihak terkait (mis. produser/kolaborator) sesuai porsi yang ditentukan kontrak
Konsep ini populer karena terlihat lebih transparan dan “programmatic”. Namun, penerapannya tetap bergantung pada ekosistem (platform, standar kontrak, dan kepatuhan). Investisphere
3. NFT Tidak Sama dengan Hak Cipta (Ini yang Sering Disalahpahami)
Ini bagian paling krusial: membeli NFT biasanya tidak otomatis berarti kamu membeli hak cipta lagu tersebut.
WIPO menekankan bahwa banyak orang bingung soal “hak apa yang didapat” ketika membeli NFT, karena token (NFT) dan karya yang dilindungi hak cipta adalah dua hal berbeda. WIPO
Artinya:
- Kamu bisa punya NFT-nya, tapi hak cipta tetap di pencipta/pemegang hak
- Kalau tidak tertulis jelas, pembeli umumnya tidak berhak menggandakan, mendistribusikan, atau mengomersialkan lagu seenaknya stevenslawgroup.com+1
Karena itu, Music NFT yang sehat biasanya menjelaskan secara transparan:
- apakah ada lisensi penggunaan (personal/commercial)
- batasan pemakaian (platform apa saja, durasi, wilayah)
- siapa pemegang hak cipta dan hak terkait
4. Mengapa Music NFT Dianggap Masa Depan Royalti Musisi?
Ada beberapa alasan yang bikin banyak musisi dan pengamat industri tertarik:
- Direct-to-fan (D2F) lebih kuat
Musisi bisa menjual langsung ke fans tanpa perantara besar, sekaligus memberi benefit eksklusif. DappRadar+1 - Transparansi & jejak kepemilikan
Blockchain menyimpan histori transaksi, sehingga aspek “siapa punya apa” bisa lebih mudah dilacak. - Monetisasi yang kreatif
Bukan cuma jual lagu, tapi juga akses, komunitas, pengalaman, atau edisi koleksi. - Potensi efisiensi pembayaran
Secara teori, smart contract bisa mengurangi friksi pembayaran dan pembagian hasil (walau praktiknya tetap menantang). Investisphere
5. Risiko dan Tantangan: Kenapa Belum Jadi “Standar Industri”
Walaupun menjanjikan, ada tantangan serius yang perlu dipahami:
- NFT bisa dijual tanpa izin pemilik hak
Pernah ada kontroversi platform yang dituduh listing musik sebagai NFT tanpa persetujuan artis, menyorot pentingnya verifikasi hak dan izin. Pitchfork - Smart contract tidak bisa “mengalahkan” hukum hak cipta
Kalau pihak yang mint NFT bukan pemegang hak, smart contract tidak magically membuat transfer hak jadi sah. Techlasi+1 - Royalti resale tidak selalu konsisten
Tergantung kebijakan marketplace/standar industri—jadi tidak selalu “pasti terjadi”. - Kebingungan lisensi
Banyak proyek NFT tidak menuliskan lisensi dengan jelas, sehingga rentan konflik.
6. Dampaknya untuk Industri Musik (Termasuk Indonesia)
Di banyak negara, isu besar industri musik adalah transparansi pengelolaan royalti dan ekosistem lisensi. Di Indonesia sendiri, pemerintah melalui DJKI dan dialog dengan pihak internasional juga menyorot pentingnya transparansi dan tata kelola royalti musik. DGIP+1
Di konteks ini, teknologi (termasuk blockchain) sering dipandang sebagai salah satu jalur yang mungkin membantu—terutama untuk pencatatan, transparansi, dan sistem distribusi yang lebih efisien. Hukum Online+1
7. Cara Aman untuk Musisi yang Mau Coba Music NFT
Biar tidak jadi “hype doang”, musisi sebaiknya menyiapkan fondasi legal dan komunikasi yang jelas:
Beberapa langkah praktis:
- pastikan kamu benar-benar memegang hak yang relevan (hak cipta, master, atau izin dari label/publisher)
- tulis license terms yang jelas untuk pembeli (personal/commercial, boleh upload/streaming, dll) WIPO+1
- pilih platform yang punya proses verifikasi/kurasi lebih baik
- edukasi fans: NFT = koleksi/akses/benefit, bukan otomatis hak cipta
Kesimpulan
Music NFT punya potensi besar untuk mengubah cara musisi mendapatkan penghasilan—mulai dari penjualan langsung ke fans, skema pembagian hasil berbasis smart contract, hingga transparansi kepemilikan. Namun NFT bukan otomatis hak cipta, dan tanpa lisensi yang jelas, pembeli sering salah paham soal hak penggunaan.
Baca juga :
- Smart Grid 2030: Infrastruktur Energi yang Berpikir Sendiri
- Bagaimana AI Membuat NFT Lebih Interaktif dan Personal