Perkembangan pesat cryptocurrency di Indonesia membawa tantangan regulasi baru. Mulai 2025, pengawasan aset digital mengalami transisi penting dari Bappebti ke OJK, didukung dengan aturan ketat mengenai perizinan platform, perlindungan konsumen, hingga aspek perpajakan. Berikut poin utama yang perlu kamu ketahui.
1. Status Hukum: Kripto sebagai Komoditas atau Aset Keuangan?
Awalnya, Bappebti mengklasifikasikan cryptocurrency sebagai komoditas digital yang bisa diperdagangkan di bursa berjangka. Namun, lewat UU No. 4 Tahun 2023 (UU PPSK) dan PP No. 49 Tahun 2024, pengawasan beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak Januari 2025. Aset kripto kini dianggap sebagai bagian dari sektor keuangan formal, bukan lagi sekadar komoditas.
2. Aturan Baru: Peran OJK dan POJK 27/2024
POJK No. 27 Tahun 2024 mengatur perdagangan aset keuangan digital (digital financial assets) termasuk kripto. Aturan ini mengamanatkan:
- Semua pelaku usaha di bidang crypto (exchange, kustodian, clearing house) wajib berizin OJK.
- Ada regulatory sandbox untuk menguji inovasi fintech kripto.
- Kegiatan perlu tingkat kepatuhan tinggi dalam tata kelola, perlindungan konsumen, dan keamanan data.
3. Batas Waktu Kepatuhan & Lisensi Transisi
Aturan ini ditetapkan efektif mulai 10 Januari 2025. Pelaku yang sudah berizin Bappebti akan tetap diakui selama masih memenuhi syarat. Pemerintah juga memberi waktu hingga Juli 2025 bagi semua platform untuk sepenuhnya patuh terhadap POJK 27/2024.
4. Kewajiban Baru: Perlindungan Konsumen & Data, AML/KYC
OJK menekankan pada:
- Perlindungan konsumen dan edukasi publik tentang risiko investasi kripto.
- Implementasi sistem AML/KYC yang lebih ketat. Onboarding dilakukan bertingkat sesuai profil risiko pengguna.
- Pelaku usaha wajib dapat persetujuan eksplisit sebelum menggunakan data pribadi konsumen.
5. Pajak & Ketentuan Fiskal (PMK 50/2025)
Peraturan pajak terbaru PMK No. 50 Tahun 2025 menetapkan tarif:
- PPh Pasal 22 sebesar 0,21% untuk transaksi domestik, dan 1% bagi yang menggunakan platform luar negeri.
- PPN dihapus untuk penyerahan aset kripto, namun PPN tetap dikenakan untuk jasa terkait (seperti platform fees dan penambangan).
- Pajak untuk penambangan kripto disesuaikan menjadi tarif PPh biasa mulai 2026.
6. Blockchain Kini Diakui Secara Resmi (PP 28/2025)
Dengan PP No. 28 Tahun 2025, pemerintah menetapkan blockchain sebagai bagian dari infrastruktur digital nasional. Hal ini memperkuat legalitas teknologi blockchain dan memperjelas dasarnya untuk pengembangan fintech ke depan.
7. Fokus Industry = Inovasi & Kolaborasi Regulator
CFX Crypto Conference 2025 adalah contoh nyata kolaborasi antara OJK, industri, dan legislatif. Konferensi ini membahas arah inovasi, ketahanan pasar digital, dan pentingnya sinergi regulasi agar Indonesia menjadi pusat inovasi kripto regional.
Ringkasan Regulasi Kripto 2025
Aspek | Ringkasan Regulasi |
---|---|
Status Hukum | Peralihan pengawasan dari Bappebti ke OJK |
Aturan Pengawasan | POJK 27/2024 & sandbox fintech kripto |
Batas Waktu Compliance | Sampai Juli 2025 |
Perlindungan Konsumen & Data | Mandatory, edukasi, aman data pengguna |
Pajak Kripto (PMK 50/2025) | PPh domestik 0,21%, luar negeri 1%, PPN khusus |
Legalitas Blockchain | Diakui sebagai infrastruktur digital nasional |
Arah Kebijakan Industri | Inovasi, regulasi kolaboratif |
Kesimpulan
Regulasi crypto di Indonesia kini lebih matang dan tegas. OJK sebagai regulator baru mempertegas perizinan, kepatuhan, dan perlindungan konsumen. Tambahan pajak dan pengakuan resmi terhadap blockchain menunjukkan komitmen pemerintah membangun ekosistem aset digital yang aman, inklusif, dan terbuka untuk inovasi.
Baca juga artikel terkait :