Seorang pengguna berbelanja lewat TikTok Shop di smartphone dengan tampilan produk dan live streaming di layar.

Social commerce menjadi tren e-commerce baru di era TikTok dan Instagram Shop. Pelajari cara brand membangun engagement, penjualan, dan kepercayaan lewat konten digital.

Dunia e-commerce telah berevolusi jauh dari sekadar situs jual beli tradisional.
Kini, transaksi tidak lagi terbatas pada marketplace besar seperti Shopee, Tokopedia, atau Lazada — melainkan bergeser ke media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Facebook.

Fenomena ini dikenal sebagai social commerce, di mana proses promosi, interaksi, dan pembelian berlangsung langsung di dalam platform sosial.
Tahun 2025 menjadi momen penting bagi tren ini, dengan semakin banyak brand dan UMKM beralih ke strategi penjualan berbasis konten dan komunitas.


1. Apa Itu Social Commerce?

Social commerce adalah bentuk evolusi dari e-commerce yang menggabungkan interaksi sosial, konten kreatif, dan transaksi digital dalam satu ekosistem.
Konsumen tidak hanya melihat produk, tetapi juga terlibat dalam pengalaman belanja yang lebih personal melalui video, siaran langsung, dan ulasan pengguna lain.

Berbeda dengan marketplace konvensional, social commerce memanfaatkan:

  • Rekomendasi dari influencer dan komunitas.
  • Konten video pendek dan interaktif.
  • Fitur pembelian langsung di aplikasi (in-app checkout).

Tujuannya sederhana: membuat pengalaman belanja terasa alami, menghibur, dan terpercaya.


2. TikTok Shop: Mengubah Gaya Belanja Generasi Z

TikTok bukan lagi sekadar platform hiburan. Dengan peluncuran TikTok Shop, aplikasi ini menjadi pusat social commerce global.
Video berdurasi 15–60 detik kini mampu mendorong keputusan pembelian secara instan, terutama di kalangan Generasi Z dan Milenial.

Kekuatan TikTok Shop:

  • Konten otentik: produk dipromosikan lewat review jujur, bukan iklan formal.
  • Live shopping: pengguna bisa membeli langsung dari siaran langsung penjual atau influencer.
  • Algoritma personal: menampilkan produk sesuai minat pengguna secara real-time.

Fenomena shoppertainment — perpaduan belanja dan hiburan — menjadi kunci sukses TikTok Shop.
Konsumen tidak merasa sedang berbelanja, melainkan “terhibur sambil membeli.”


3. Instagram Shop: Branding Visual dan Loyalitas Komunitas

Sementara TikTok unggul di sisi hiburan, Instagram Shop menonjolkan kekuatan visual dan komunitas.
Bagi banyak brand, terutama di bidang fashion, beauty, dan lifestyle, Instagram menjadi etalase digital yang menggabungkan aesthetics dan engagement.

Keunggulan Instagram Shop:

  • Integrasi dengan katalog e-commerce: pengguna bisa membeli langsung tanpa meninggalkan aplikasi.
  • Tag produk di post dan story: pengalaman belanja yang mulus.
  • Kolaborasi influencer: memperkuat kepercayaan dan persepsi merek.

Dengan fitur Explore dan Reels, Instagram berhasil mengubah cara konsumen menemukan merek baru secara organik — tidak melalui iklan, tapi lewat konten yang relevan.


4. Faktor yang Mendorong Pertumbuhan Social Commerce

Ada tiga faktor utama yang membuat social commerce semakin dominan di tahun 2025:

a. Perilaku Konsumen yang Berubah

Konsumen modern lebih percaya rekomendasi orang lain (user-generated content) daripada iklan konvensional.
Mereka ingin melihat bukti nyata dari pengalaman pembeli lain sebelum memutuskan untuk membeli.

b. Integrasi Teknologi Pembayaran

Platform seperti TikTok dan Instagram kini memiliki sistem pembayaran terintegrasi yang aman dan cepat, sehingga proses transaksi menjadi lebih sederhana dan efisien.

c. Kombinasi Hiburan dan Penjualan

Konten video pendek dan live shopping menghadirkan interaksi emosional — membuat konsumen merasa terlibat langsung dengan penjual atau influencer favoritnya.


5. Peluang Besar bagi Brand dan UMKM

Social commerce membuka jalan baru bagi brand lokal dan pelaku UMKM untuk menembus pasar digital tanpa biaya besar.

Manfaatnya bagi Bisnis:

  • Biaya pemasaran lebih efisien.
  • Akses langsung ke audiens target.
  • Konten bisa viral tanpa iklan berbayar.
  • Data interaksi pelanggan real-time untuk strategi marketing.

Contohnya, banyak brand skincare dan fashion lokal berhasil mencapai penjualan tinggi hanya dengan strategi live selling harian di TikTok Shop — tanpa bergantung pada marketplace besar.


6. Tantangan dalam Era Social Commerce

Meski menjanjikan, social commerce juga menghadapi beberapa tantangan serius:

a. Kepercayaan Konsumen

Banyak penipuan atau produk palsu muncul di platform social commerce. Brand harus menjaga reputasi dan kredibilitas melalui transparansi dan review nyata.

b. Kualitas Konten

Konten video menjadi faktor utama dalam keberhasilan penjualan. Namun, tidak semua pelaku bisnis memiliki kemampuan produksi visual yang menarik.

c. Ketergantungan pada Algoritma

Perubahan algoritma di platform sosial bisa langsung memengaruhi performa penjualan. Oleh karena itu, brand perlu diversifikasi kanal penjualan.


7. Strategi Sukses Memanfaatkan Social Commerce

Untuk berhasil di era ini, bisnis harus memadukan kreativitas, kecepatan, dan keaslian.

Langkah-langkah yang bisa diterapkan:

  1. Bangun personal branding. Gunakan wajah atau persona yang konsisten di setiap konten.
  2. Gunakan storytelling. Ceritakan manfaat produk lewat kisah nyata, bukan sekadar promosi.
  3. Manfaatkan live shopping. Interaksi langsung meningkatkan kepercayaan dan impuls pembelian.
  4. Optimalkan analitik. Gunakan data insight untuk memahami perilaku audiens dan waktu posting terbaik.
  5. Konsistensi visual. Gunakan tone warna dan gaya desain yang selaras dengan identitas brand.

Dengan strategi yang tepat, social commerce bukan sekadar tren sementara — melainkan masa depan pemasaran digital.


Kesimpulan

Era TikTok dan Instagram Shop telah mengubah cara orang berbelanja.
Kini, keputusan pembelian tidak lagi ditentukan oleh iklan, melainkan oleh cerita, keaslian, dan koneksi emosional antara brand dan konsumen.

Social commerce membuka peluang besar bagi bisnis untuk membangun hubungan langsung, real-time, dan personal dengan pelanggan.
Di tahun 2025, keberhasilan digital marketing tidak hanya ditentukan oleh siapa yang menjual, tetapi bagaimana mereka bercerita dan berinteraksi.

Baca juga :

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *